Perkara ibadah adalah perkara yang penting sebagai pilar
agama dalam hubungan seorang hamba dengan sang Kholik. Dalam beribadah kita
hendaknya tahu ada syarat yang harus dikerjakan yaitu ikhlas dan mutaba”ah.ikhlas
ini jelas dengan tegas diperintahkan Allah sebagimana yang terkandung dalam
uraian dibawah ini.
“Sesungguhnya Kami menurunkan
Al-Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik)” (QS. Az
Zumar: 2-3)
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku
diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama” (QS. Az
Zumar: 11)
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Baiyinah: 5)
“Sesungguhnya setiap
amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan
tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Untuk itu mempelajari ikhlas ini jadi suatu
kebutuhan seorang muslim. pengertian ikhlas adalah memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain,
ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk
ketaatan. Atau mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi
kepada Al Khaaliq.
Marilah kita lihat beberapa untaian kata mutiara dari para ulama tentang
iklas ini untuk kita tanamkan dalam hati dan kita lakukan dalam amalan.agar
menjadi insan yang mukhlisin.
“Baiknya hati dengan baiknya amalan,
sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat” (Mutharrif bin Abdullah, dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)
“Betapa banyak amal kecil
menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil
gara-gara niat” (Abdullah bin Mubarak,
dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)
“Amalan yang dilakukan tanpa disertai
ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan
seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya
memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa” (Ibnul Qayyim, dalam Al Fawaid)
“Segala sesuatu yang
dilakukan tidak untuk mencari keridhaan Allah, pasti akan pupus sirna” (Rabi’ bin Khutsaim, dinukil dalam Shifatush Shafwah)
“Ikhlas dalam
beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal
salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di
sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam
melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di
sisi Allah” (Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili,
dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul
al A’mal)
“Meninggalkan suatu amal karena
orang lain adalah riya’. Sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik.
Adapun ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya” (Fudhail bin Iyadh, dimuat dalam Tazkiyatun Nufuus wa Tarbiyatuha Kama
Yuqarrirruhu ‘Ulama As Salaf)