Social Icons

Pages

Thursday, September 26, 2013

Keutamaan 10 hari diawal bulan Dzulhijah



Menyambut bulan dzulhijah menjadi terasa penting karena pada bulan dzulhijah terdapat peristiwa ibadah besar diantaranya diwajibkannya haji bagi setiap muslim yang manpu.dan yang belum bisa berangkat menjdai tamu Allah hendaknya jangan berputus asa tekadkan niat dan usaha semoga suatu saat nanti jatuh giliran bagi kita,diperkenankan Allah untuk menjadi tamunya.ada  banyak keutamaan yang terdapat di ulan dzulhijah yang bisa kita dapatkan jika kita mau melaksanakan ibadah yang disunahkan dibulan dzulhijah ini.dan diantara keutamaan yang ada adalah terdapat di 10 hari awal bulan dzulhijah,
 
Demi Fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Hajr:1-2)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam ayat ini Allah Ta’ala telah bersumpah dengan “sepuluh hari” 

pertama dari bulan Dzulhijjah ini. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath Thabari dan Ibnu Katsir rahimakumullah dalam kitab tafsir mereka.
Selain itu kita juga bisa menyimak keterangan dari beberapa hadist rosullulloh dibawah ini,
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan dan Al-Turmudzi dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
(Tidaklah ada suatu hari di mana amal-amal sholeh padanya lebih dicintai oleh Allah selain dari hari-hari sepuluh pertama bulan Dzul Hijjah ini”. Para shahabat bertanya: Tidak juga berjihad di jalan Allah wahai Rasulullah?. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Tidak juga berjihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang berjuang di jalan Allah dengan diri dan hartanya lalu dia tidak membawa kembali sedikitpun dari harta dan jiwa yang telah dibawanya). (Sahih Bukhari: no: 969 dan Sunan Turmuzi no: 757 )
keutamaan yang lebih khusus pada hari kesembilan sebagai hari ‘Arafah.
Pada hari ini para jama’ah Haji melaksanakan wukuf di ‘Arafah, dan wukuf ini merupakan rukun utama dari ibadah Haji. Karenanya hari ini menjadi hari yang memiliki keitamaan yang agung dan keberkahan yang melimpah. Diantara keutamaannya, bahwa sesungguhnya Allah menggugurkan dosa-dosa (dosa kecil) selama dua tahun bagi orang yang berpuasa pada hari ‘Arafah.
Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Arafah, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “(Puasa pada hari itu) mengugurkan dosa-dosa setahun yang lalu dan dosa-dosa setahun berikutnya.” (HR.Muslim)
Di sunnahkan pula untuk berpuasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak ber Haji (yang berada di luar ‘Arafah). Sebagaimana petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, adalah beliau berbuka (tidak berpuasa) ketika berada di ‘Arafah pada hari ‘Arafah (sedang ber haji). (lihat shaih Bukhari kitab al Hajj dan shahih Muslim kitab ash Shiyaam)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, “Berbukanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pada hari ‘Arafah itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya memperkuat do’a di ‘Arafah, bahwa berbuka dai puasa yang wajib saja disaat perjalanan safar lebih utama , maka apa lagi dengan puasa yang hanya hukumnya sunnah…” Ibnul Qoyyim melanjutkan, “Guru kami, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengambil jalan yang berbeda dengan orang lain, yaitu bahwa hari ‘Arafah merupakan hari raya bagi mereka yang sedang berwukuf di ‘Arafah dikarenakan pertemuan mereka disana, seperti pertemuan mereka di hari raya (yaumul ‘Ied), dan pertemuan ini hanya khusus bagi mereka yang berada di ‘Arafah saja, tidak bagi yang selain mereka…” (Zaadul Ma’aad)
Dan di antara keberkahan hari ‘Arafah berikutnya, pada hari itu banyak orang yang dibebaskan oleh Allah Ta’ala, dia mendekat ke langit dunia dan membangga-banggakan para jama’ah Haji di hadapan para Malaikat. Dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari adzab neraka daripada hari ‘Arafah. Sesungguhnya Dia (pada hari itu) mendekat, kemudian menbangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) dihadapan para Malaikat.” Lalu Dia bertanya,”Apa yang diinginkan oleh para jama’ah Haji itu?” (HR. Muslim)
Dan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Pada hari ‘Arafah sesungguhnya Allah turun ke langit dunia, lalu membangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) di hadapan para Malaikat, maka Allah berfirman,’Perhatikan hamba-hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku dalam keadaan kusut berdebu dan tersengat teriknya matahari, datang dari segala penjuru yang jauh. Aku bersaksi kepada kalian (para Malaikat) bahwa Aku telah mengampuni mereka.’” (HR.Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al Laalikai, dan Imam al Baghawi, hadits shahih)
Keutamaan hari ke sepuluh bulan Dzulhijjah, yaitu ‘Iedul Adh-ha yang disebut juga yaumul Nahr.
Dalil yang menunjukkan keutamaan dan keagungan hari ‘Iedul Adh-ha adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Qurth radhiallahu anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau bersabda:
Hari teragung di sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumul Nahr) kemudian sehari setelahnya…” (HR. Abu Dawud)
Dan hari yang agung ini dinamakan juga sebagai hari Haji Akbar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar.” (QS. At Taubah:3)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga menyebut hari agung ini dengan sebutan yang sama. Karena sebagian besar amalan-amalan manasik Haji dilakukan pada hari ini, seperti menyembelih kurban, memotong rambut, melontar jumrah dan Thawaf mengelilingi Ka’bah. (Zaadul Ma’aad). Pada hari yang penuh berkah ini, kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata:
Kami para wanita diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkomentar tentang maksud dari kehadiran para wanita tersebut di hari agung ini, sehingga para wanita berhalangan tidak luput dari perintah keluar untuk menghadirinya: “Maksud dari kehadiran mereka adalah menampakkan syi’ar Islam dengan memaksimalkan berkumpulnya kaum muslimin agar barakah hari yang mulia ini dapat meliputi mereka semua.” (Fathul Baari)
Pada hari ini dan setelahnya, yaitu pada hari-hari tasyriq, kaum muslimin bertaqarrub kepada Allah Ta’ala melalui penyembelihan hewan kurban. Dan menyembelih hewan kurban merupakan sebuah syi’ar yang agung dari syi’ar Islam.
Namun apakah sepuluh hari Dzulhijjah ini lebih mulia dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjawab persoalan ini dg jawaban yg tuntas, dimana beliau menyatakan, “Sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama daripada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Dan sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam bulan Dzulhijjah.” (Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah)
Muridnya Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menyatakan,” Ini menunjukkan bahwa sepuluh malan terakhir dari bulan Ramadhan menjadi lebih utama karena adanya laitatul Qadr, dan lailatul Qadr ini merupakan bagian dari waktu-waktu malamnya. sedangkan sepuluh hari Dzulhijjah mejadi lebih utama karena hari-harinya (siangnya), karena didalamnya terdapat yaumun Nahr (hari berkurban), hari ‘Arafah dan hari Tarwiyah (hari ke delapan Dzulhijjah). (Zadul Maa’ad)