Menyambut
bulan dzulhijah menjadi terasa penting karena pada bulan dzulhijah terdapat
peristiwa ibadah besar diantaranya diwajibkannya haji bagi setiap muslim yang
manpu.dan yang belum bisa berangkat menjdai tamu Allah hendaknya jangan
berputus asa tekadkan niat dan usaha semoga suatu saat nanti jatuh giliran bagi
kita,diperkenankan Allah untuk menjadi tamunya.ada banyak keutamaan yang terdapat di ulan
dzulhijah yang bisa kita dapatkan jika kita mau melaksanakan ibadah yang
disunahkan dibulan dzulhijah ini.dan diantara keutamaan yang ada adalah
terdapat di 10 hari awal bulan dzulhijah,
”Demi
Fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Hajr:1-2)
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa dalam ayat ini Allah Ta’ala telah bersumpah dengan
“sepuluh hari”
pertama dari bulan Dzulhijjah ini. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath Thabari dan Ibnu
Katsir rahimakumullah dalam kitab tafsir mereka.
Selain
itu kita juga bisa menyimak keterangan dari beberapa hadist rosullulloh dibawah
ini,
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan dan Al-Turmudzi dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
(Tidaklah
ada suatu hari di mana amal-amal sholeh padanya lebih dicintai oleh Allah
selain dari hari-hari sepuluh pertama bulan Dzul Hijjah ini”. Para shahabat
bertanya: Tidak juga berjihad di jalan Allah wahai Rasulullah?. Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Tidak juga berjihad di jalan Allah
kecuali seorang lelaki yang berjuang di jalan Allah dengan diri dan hartanya
lalu dia tidak membawa kembali sedikitpun dari harta dan jiwa yang telah
dibawanya). (Sahih
Bukhari: no: 969 dan Sunan Turmuzi no: 757 )
keutamaan yang lebih khusus
pada hari kesembilan sebagai hari ‘Arafah.
Pada hari ini para jama’ah Haji
melaksanakan wukuf di ‘Arafah, dan wukuf ini merupakan rukun utama dari ibadah
Haji. Karenanya hari ini menjadi hari yang memiliki keitamaan yang agung dan
keberkahan yang melimpah. Diantara keutamaannya, bahwa sesungguhnya Allah
menggugurkan dosa-dosa (dosa kecil) selama dua tahun bagi orang yang berpuasa
pada hari ‘Arafah.
Dari Abu Qatadah al Anshari
radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah ditanya
tentang puasa pada hari ‘Arafah, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda, “(Puasa pada hari itu) mengugurkan dosa-dosa setahun yang lalu
dan dosa-dosa setahun berikutnya.” (HR.Muslim)
Di sunnahkan pula untuk
berpuasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak ber Haji (yang berada di luar ‘Arafah).
Sebagaimana petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, adalah beliau berbuka
(tidak berpuasa) ketika berada di ‘Arafah pada hari ‘Arafah (sedang ber haji). (lihat
shaih Bukhari kitab al Hajj dan shahih Muslim kitab ash Shiyaam)
Ibnul Qoyyim rahimahullah
menjelaskan, “Berbukanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pada hari
‘Arafah itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya memperkuat do’a di ‘Arafah,
bahwa berbuka dai puasa yang wajib saja disaat perjalanan safar lebih utama ,
maka apa lagi dengan puasa yang hanya hukumnya sunnah…” Ibnul Qoyyim
melanjutkan, “Guru kami, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengambil
jalan yang berbeda dengan orang lain, yaitu bahwa hari ‘Arafah merupakan hari
raya bagi mereka yang sedang berwukuf di ‘Arafah dikarenakan pertemuan mereka
disana, seperti pertemuan mereka di hari raya (yaumul ‘Ied), dan pertemuan ini
hanya khusus bagi mereka yang berada di ‘Arafah saja, tidak bagi yang selain
mereka…” (Zaadul Ma’aad)
Dan di antara keberkahan hari
‘Arafah berikutnya, pada hari itu banyak orang yang dibebaskan oleh Allah Ta’ala, dia mendekat ke langit dunia dan membangga-banggakan
para jama’ah Haji di hadapan para Malaikat. Dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia
berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tidak ada hari yang
Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari adzab neraka daripada hari
‘Arafah. Sesungguhnya Dia (pada hari itu) mendekat, kemudian
menbangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) dihadapan para Malaikat.” Lalu
Dia bertanya,”Apa yang diinginkan oleh para jama’ah Haji itu?” (HR.
Muslim)
Dan dari Jabir bin ‘Abdillah
radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda, “Pada hari ‘Arafah sesungguhnya Allah turun ke langit
dunia, lalu membangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) di hadapan para
Malaikat, maka Allah berfirman,’Perhatikan hamba-hamba-Ku, mereka datang
kepada-Ku dalam keadaan kusut berdebu dan tersengat teriknya matahari, datang
dari segala penjuru yang jauh. Aku bersaksi kepada kalian (para Malaikat) bahwa
Aku telah mengampuni mereka.’” (HR.Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Hibban, al Laalikai, dan Imam al Baghawi, hadits shahih)
Keutamaan hari ke sepuluh bulan
Dzulhijjah, yaitu ‘Iedul Adh-ha yang disebut juga yaumul Nahr.
Dalil yang menunjukkan
keutamaan dan keagungan hari ‘Iedul Adh-ha adalah hadits yang diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin Qurth radhiallahu anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bahwa beliau bersabda:
“Hari teragung di
sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumul Nahr) kemudian sehari setelahnya…”
(HR. Abu Dawud)
Dan hari yang agung ini
dinamakan juga sebagai hari Haji Akbar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
“Dan (inilah) suatu
pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar.” (QS.
At Taubah:3)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam juga menyebut hari agung ini dengan sebutan yang sama. Karena sebagian
besar amalan-amalan manasik Haji dilakukan pada hari ini, seperti menyembelih
kurban, memotong rambut, melontar jumrah dan Thawaf mengelilingi Ka’bah. (Zaadul
Ma’aad). Pada hari yang penuh berkah ini, kaum muslimin berkumpul untuk
melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun
disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash
Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata:
“Kami para wanita
diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis
dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di
belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a
dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkomentar
tentang maksud dari kehadiran para wanita tersebut di hari agung ini, sehingga
para wanita berhalangan tidak luput dari perintah keluar untuk menghadirinya:
“Maksud dari kehadiran mereka adalah menampakkan syi’ar Islam dengan
memaksimalkan berkumpulnya kaum muslimin agar barakah hari yang mulia ini dapat
meliputi mereka semua.” (Fathul Baari)
Pada hari ini dan setelahnya,
yaitu pada hari-hari tasyriq, kaum muslimin bertaqarrub kepada Allah Ta’ala
melalui penyembelihan hewan kurban. Dan menyembelih hewan kurban merupakan
sebuah syi’ar yang agung dari syi’ar Islam.
Namun apakah sepuluh hari
Dzulhijjah ini lebih mulia dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjawab persoalan ini dg jawaban yg
tuntas, dimana beliau menyatakan, “Sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama daripada
sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Dan sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam bulan Dzulhijjah.” (Majmu Fatawa
Ibnu Taimiyyah)
Muridnya Ibnul Qoyyim
rahimahullah juga menyatakan,” Ini menunjukkan bahwa sepuluh malan terakhir
dari bulan Ramadhan menjadi lebih utama karena adanya laitatul Qadr, dan
lailatul Qadr ini merupakan bagian dari waktu-waktu malamnya. sedangkan sepuluh
hari Dzulhijjah mejadi lebih utama karena hari-harinya (siangnya), karena
didalamnya terdapat yaumun Nahr (hari berkurban), hari ‘Arafah dan hari
Tarwiyah (hari ke delapan Dzulhijjah). (Zadul Maa’ad)
No comments:
Post a Comment