Pada kesempatan kali ini saya mengajak pembaca untuk menelaah dan mengambil ibrah dari sebuah kisah sahabat .Rosullullah mempunyai
banyak sahabat,dan diantara sahabat yang mulia adalah Abdurrahman Bin Auf.shabat
ini mempunyai banyak keistimmewaan yang bisa kita jadikan contoh alam
mengarungi kehidupan di dunia ini. Abdurahman
Bin Auf adalah salah satu sahabat nabi yang kaya raya dan dermawan karena
kemahirannya dalam berdagang. Ia termasuk salah satu sahabat nabi yang
permulaan menerima Islam (Assabiqunal Awwaluun). Abdurrahman memeluk agama
Islam sebelum Rasulullah saw menjadikan rumah al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia
mendapatkan hidayah dari Allah SWT dua hari sesudah Abu Bakar al-Shiddiq masuk
Islam.
Abdurrahman bin 'Auf adalah seorang shahabat Nabi
s.a.w. yang mempunyai banyak keistimewaan, di antaranya adalah beliau
diberitahukan masuk syurga oleh Allah s.w.t. ketika masih hidup serta termasuk
salah seorang dari enam orang anggota syura.
Kelahiran
Abdurrahman
bin 'Auf dilahirkan pada tahun kesepuluh dari tahun Gajah dan umurnya lebih
lebih muda dari Nabi selama sepuluh tahun karena Nabi dilahirkan pada tahun
gajah yaitu tanggal 20 April 571M. Dengan demikian Abdurrahman dilahirkan pada
tahun 581M. Namanya pada masa jahiliyah adalah Abdu Amru dan dalam satu
pendapat lain Abdul Ka'bah. Lalu Nabi s.a.w. menggantikannya menjadi
Abdurrahman. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin
Abdul Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah al-Qurasyi al-Zuhri. Nasabnya
bertemu dengan Nabi s.a.w. pada Kilab bin Murrah. Kinayahnya adalah Abu
Muhammad sedangkan laqabnya al-Shadiq al-Barr. Ibunya bernama Asysyifa binti
'Auf bin Abdu bin al-Harits bin Zuhrah.
kepribadian
Adalah
sosok yang sangat bersegera dalam berinfak. Dialah Abdurrahman bin ‘auf, putih
kulitnya, lebat rambutnya, banyak bulu matanya, mancung hidungnya, panjang gigi
taringnya yang bagian atas, panjang rambutnya sampai menutupi kedua telinganya,
panjang lehernya, serta lebar kedua bahunya. Dia adalah sahabat yang pandai
berdagang dan sangat ulet. Maka mulailah ia menjual dan membeli. Selang
beberapa saat ia sudah mengumpulkan keuntungan dari perdagangannya.
Disamping
itu, ia juga sosok pejuang yang pemberani. Ia mengikuti peperangan-peperangan
bersama Rasulullah. Pada waktu perang Badr, ia berhasil membunuh salah satu
dari musuh-musuh Allah, yaitu Umair bin Utsman bin Ka’ab At Taimi.
Keberaniannya juga nampak tatkala perang Uhud, medan dimana banyak diantara
kaum muslimin yang lari, namun ia tetap ditempatnya dan terus berperang
sehingga diriwayatkan, ia mengalami luka-luka sekitar dua puluh sekian luka.
Akan tetapi perjuangannya di medan perang masih lebih ringan, jika dibanding
dengan perjuangannya dalam harta yang dimilikinya.
Keuletannya
berdagang serta doa dari Rasulullah, menjadikan perdagangannya semakin
berhasil, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang kaya raya. Kekayaan
yang dimilikinya, tidak menjadikannya lalai. Tidak menjadi penghalang untuk
menjadi dermawan.
Diantara
kedermawanannya, ialah tatkala Rasulullah ingin melaksanakan perang Tabuk.
Yaitu sebuah peperangan yang membutuhkan banyak perbekalan. Maka datanglah
Abdurrahman bin ‘Auf dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas dan menginfakkannya
di jalan allah. Sehingga berkata
Umar bin Khattab, ”Sesungguhnya aku melihat, bahwa Abdurrahman adalah orang
yang berdosa karena dia tidak meninggalkan untuk keluarganya sesuatu apapun.” Maka
bertanyalah Rasulullah kepadanya, ”Wahai Abdurrahman, apa yang telah engkau
tinggalkan untuk keluargamu?” Dia menjawab, ”Wahai Rasulullah, aku
telah meninggalkan untuk mereka lebih banyak dan lebih baik
dari yang telah aku infakkan.” ”Apa itu?” tanya Rasulullah. Abdurrahman
menjawab, ”Apa yang dijanjikan oleh allah dan RasulNya berupa rizki dan
kebaikan serta pahala yang banyak.”
Suatu ketika datanglah kafilah dagang Abdurrahman
di kota Madinah, terdiri dari tujuh ratus onta yang membawa
kebutuhan-kebutuhan. Tatkala masuk ke kota Madinah, terdengarlah suara hiruk
pikuk. Maka berkata Ummul Mukminin, ”Suara apakah ini?” Maka dijawab, ”Telah
datang kafilah Abdurrahman bin ‘Auf.” Ummul Mukminin berkata, ”Sungguh aku
mendengar Rasulullah bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dengan
keadaan merangkak’.” Ketika mendengarkan berita tersebut, Abdurrahman
mengatakan, ”Aku ingin masuk surga dengan keadaan berdiri. Maka diinfakkanlah
kafilah dagang tersebut.”
Beliau
juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul
Mukminin. Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang
ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah
memberikan kepada mereka sebuah kebun yagn nilainya sebanyak empat ratus ribu.
Puncak
dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat
puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang
fakir dari kalangan muhajirin
dan Anshar. Ketika Aisyah mendapatkan bagiannya, ia berkata, ”Aku mendengar
Rasulullah bersabda, tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali
orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air
Salsabila di surga.”
Diantara
keistimewaan Abdurrahman bin Auf, bahwa ia berfatwa tatkala Rasulullah masih
hidup. Rasulullah juga pernah shalat di belakangnya pada waktu perang tabuk.
Ini merupakan keutamaan yang tidak dimiliki orang lain. Abdurrahman bin Auf,
juga termasuk salah seorang sahabat yang mendapatkan perhatian khusus dari
Rasulullah. Terbukti tatkala terjadi suatu masalah antara dia dan Khalid bin Walid, maka Rasulullah bersabda,
”Wahai Khalid, janganlah engkau menyakiti salah seorang dari Ahli Badr (yang
mengikuti perang Badr). Seandainya engkau berinfak dengan emas sebesar gunung
Uhud, maka tidak akan bisa menyamai amalannya.”
Disamping
memiliki sifat yang pemurah dan dermawan, ia juga sahabat yang faqih dalam
masalah agama. Berkata Ibnu Abbas: Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Umar
bin Khattab. Maka Umar berkata,
”apakah engkau pernah mendengar hadits dari Rasulullah yang memerintahkan
seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang dia perbuat?”
Aku menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai
Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah mendengarnya?” Dia menjawab, ”Tidak
pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian, datanglah Abdurrahman bin
Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar menjawab, ”Aku bertanya
kepada Ibnu Abbas,” kemudian
ia menyebutkan pertanyaannya. Abdurrahman berkata, ”aku pernah mendengarkan
tentang hal itu dari Rasulullah.” Apa yang engkau dengar wahai Abdurrahman?”
Maka ia menjawab, ”Aku mendengar
Rasulullah bersabda, apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam
shalatnya, sehingga tidak tahu apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu
satu raka’at atau dua raka’at, maka jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia
ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua raka’at, dan apabila ia
ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga raka’at, sehingga
keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua kali dan dia dalam keadaan
duduk sebelum salam, kemudian salam.”